Kamis, 04 Oktober 2012

TEORI LINGUISTICS


TEORY LINGUISTICS
BAB I . PENDAHULUAN

          Bahasa manusia adalah obyek linguistik. Manusia dengan segala keterbatasannya akan berupaya memaknai alam semesta dengan bahasanya. Factuality (fakta), reality (realita) dan actuality (aktualita) merupakan konsep metodologi ilmiah yang menjadi rujukan dalam kajian linguistik. Salah satu tujuan mempelajari bahasa adalah tujuan teoritis. Kalau dilihat, linguistik mempelajari bahasa secara teoritis. Oleh karena itulah, dalam mempelajari bahasa atau mendeskripsikannya bahasa berdasarkan teori linguistik.
Manusia sejak dilahirkan membawa potensi linguistik, berupa kelengkapan alat berbahasa. Berpikir adalah berbahasa. Jadi permasalahan bahasa sangatlah kompleks, bukan hanya tentang fakta dan realita yang direpresentasikan lewat bunyi. Namun, melampaui batasan-batasan bahasa yang berkembang dalam diri anak secara spontan, tanpa usaha sadar dan instruksi formal. Maksudnya dapat dipahami oleh yang mendengarkan.
Dalam linguistik, suatu bahasa dikaji berdasarkan tataran-tatarannya, sejarah perkembangan bahasa, dan membandingkan bahasa yang satu dengan yang lainnya. Sehingga ditemukan keterkaitan antara satu konstruksi bahasa dengan yang lainnya berdasarkan hukum dan aturan yang mengikatnya.
            Secara umum linguistik lazim diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai obyek kajiannya ( Chaer,2002:3 ). Menurut sejarah perkembangan linguistik, Ilmu linguistik dapat dibagi menjadi 2 yaitu linguistik tradisional dan linguistik modern.
I.                   Linguistik tradisional
Linguistik tradisional dibagi menjadi 5 dekade dimana setiap periode tersebut mempunyai perbedaan atau ciri yang khas.:
1.      Linguistik Zaman Yunani (abad ke 5 SM – abad ke 2 SM)
Yang menjadi pertentangan saat itu adalah:
1)      Pertentangan antara fisis dan nomos. Bersifat fisis maksudnya bahasa itu mempuyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti diluar manusia itu sendiri, konvensional artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi/kebiasaan.
2)      Pertentangan analogi dan anomali. Kaum analogi (Plato dan Aristoteles) berpendapat bahwa bahasa bersifat teratur, analogi sejalan dengan kaum naturalis, sedangkan anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kaum anomali sejalan dengan koum konvensional.
Ø  Kaum/tokoh pada jaman Yunani:
a.       Kaum Sophis (abad ke 5 SM)
b.      Plato (429 – 347 SM)
c.       Aristoteles (384 – 322 SM)
d.      Kaum Stoik (abad ke – 4 SM)
e.       Kaum Alexandrian
2.       Zaman Romawi
Merupakan kelanjutan dari jaman Yunani. Tokoh pada jaman Romawi yang terkenal antara lain, Varro (116 – 27 SM) dengan karyanya, De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.
3.      Zaman Pertengahan
Studi bahasa pada zaman pertengahan mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik. Tokoh yang berperan besar pada zaman itu adalah :
a.       Kaum Modistae
b.      Petrus Hispanus
4.      Zaman Renaisans
Zaman Renaisans dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad modern. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada jaman renaisans ini yang menonjol yang perlu dicatat,yaitu :
 1) Sarjana-sarjana pada waktu itu menguasai bahasa Latin, Ibrani, dan Arab,
 2) Bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasaan,
     penyusunan tata bahasa, dan perbandingan.

5.      Menjelang Lahirnya Linguistik Modern
Diawali dengan pernyataan Sir William tentang adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sansekerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin, dan bahasa Jerman lainnya telah membuka babak baru sejarah linguistik, yakni dengan berkembangnya studi linguistik bandingan atau linguistik historis komparatif, serta studi mengenai hakekat bahasa secara linguistik terlepas dari masalah filsafat Yunani kuno.
II.                Linguistik Modern
Linguistik Modern ini lebih dikenal dengan nama Linguistik Strukturalis. Linguistik ini berusaha mendiskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri yang dimiliki bahasa itu. Adapun tokoh-tokoh Linguistik modern adalah sebagai berikut :
1.      Ferdinand De saussure
2.      Leonard Bloomfield
3.      John Rupert Firth
4.      Noam Chomsky



















BAB II. PEMBAHASAN

I.Teori Ferdinand De Saussure ( Aliran Struktural )
Teori ini berdasarkan pola pikir behavioristik. Aliran ini lahir pada awal abad XX yaitu pada tahun 1916 yang di pelopori oleh Ferdinand De Sausure (1858 – 1913), seorang linguis Swiss yang sering disebut sebagai “Bapak Strukturalisme” sekaligus “Bapak Linguistik Modern” karena pandangan-pandangannya yang baru mengenai study bahasa, yang dimuat dalam bukunya yang terkenal Course de Linguistique yang diterbitkan oleh murid-muridnya Charles Bally dan Albert Schehaye ( Chaer,2009:66 ). Tokoh-tokoh yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
 Pandangan-pandangan Ferdinand De Saussure itu antara lain mengenai :
1.      Telaah Sinkronik dan diakronik dalam studi bahasa.
2.      Perbedaan Langue dan Parole
3.      Perbedaan signifiant dan signifie’ sebagai pembentuk signe’ linguistique
4.      Hubungan sintagmatik dan hubungan asosiatif atau paradigma
Keempat hal tersebut belum dikenal dalam studi linguistik sebelumnya.Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.      Telaah Sinkronik dan diakronik dalam studi bahasa.
De Saussure membedakan telaah bahasa secara sinkronik dan telaah bahasa secara diakronik :
a.       Telaah bahasa secara sinkronik adalah mempelajari bahasa pada suatu waktu tertentu
b.      Telaah bahasa secara diakronik  adalah mempelajari bahasa dari waktu ke waktu.
      Dalam literatur linguistik dinyatakan bahwa sejak Plato hingga akhir abad ke-19 kajian kebahasaan bersifat diakronik. Saat itu hubungan genetik pada tiap-tiap bahasa dicari ketersambungannya. Kehadiran Ferdinand de Saussure, dengan karya monumentalnya Course in General Linguistic, membawa perubahan pada kecenderungan itu. Sejak itu, terjadi peralihan arah pada kajian linguistik, dari kajian diakronik menuju sinkronik, dengan penelitian struktural-gramatikal menjadi titik tekannya. Pemikiran inilah yang menjadi titik tolak munculnya aliran strukturalisme dalam bahasa.
Ø  Model Komunikasi Bahasa menurut Ferdinant De Saussure
De Saussure menjelaskan bahwa perilaku bertutur atau tindak tutur (speech act) sebagai satu rangkaian hubungan antara dua orang atau lebih, seperti antara A dan B. Perilaku bertutur itu terdiri dari dua bagian kegiatan:
1)      Bagian luar.
Bagian ini dibatasi oleh mmulut dan telinga
2)      Bagian dalam
Bagian ini dibatasi oleh jiwa atau akal yang terdapat dalam otak pembicara dan pendengar.
Ada 4 proses dalam tindak tutur / komunikasi bahasa menurut De Saussure :
·         Fenomena psikologis:
Di dalam otak penutur A terdapat konsep-konsep atau fakta-fakta mental yang dihubungkan dengan bunyi-bunyi linguistik sebagai perwujudannya yang digunakan untuk mengeluarkan konsep tersebut. Baik konsep maupun imaji bunyi itu terletak di suatu tempat yaitu di pusat penghubung yang berada di otak.  Jika penutur A ingin mengemukakan sebuah konsep kepada pendengar B, maka konsep itu “membukakan” pintu kepada pewujudnya yang berupa imaji bunyi yang masih berada di dalam otak.
·         Proses fisiologis
Dengan terbukanya pintu imaji bunyi ini, otakpun mengirimkan satu impuls yang sama dengan imaji bunyi itu kepada alat-alat ucap yang mengeluarkan bunyi.
·         Proses fisik
Gelombang bunyi itu bergerak dari mulut A melewati udara ke telinga B.

·         Proses psikologis
Dari telinga B , gelombang bunyi bergerak terus masuk ke otak B dalam bentuk impuls. Lalu terjadilah proses psikologis yang menghubungkan imaji bunyi ini dengan konsep yang sama, seperti yang ada dalam otak A.
Apabila B berbicara dan A mendengarkan, maka proses yang sama akan terjadi pula.
            2.Perbedaan “ Parole” dan “Langue”
                        Parole adalah bahasa yang konkret yang keluar dari mulut seorang pembicara. Jadi karena sifatnya yang konkret itu maka parole itu bisa didengar. Sedangkan Langue adalah bahasa tertentu sebagai sistem tertentu. Jadi karena bersifat abstrak, hanya ada dalam otak penutur bahasa yang bersangkutan.
                        Menurut De Saussure linguistik murni mengkaji langue bukan parole. Adapun alasannya sebagai berikut :
1.      Langue bersifat sosial dalam pengertian sinkronik dan berada dalam otak. Sedangkan parole bersifat individual dalam pengertian idiosinkronik.
2.      Langue bersifat abstrak dan tersembunyi di dalam otak sedangkan parole selalu bergantung pada kemauan penutur dan bersifat intelektual.
3.      Langue adalah pasif sedangkan parole adalah aktif.
Jadi menurut De Saussure parole tidak layak dijadikan bahan kajian linguistik karena sifatnya yang individual dimana apa yang keluar dari mulut penutur dalam bentuk kalimat yang berubah-ubah dan bersifat idiosinkretis. Sebaliknya langue layak dijadikan bahan kajian linguistik karena bersifat sosial dimana di kalangan anggota masyarakat yang dipertalikan satu sama lain oleh langue akan tercipta suatu average yang merupakan tanda atau lambang yang sama dan berpola dan digabungkan dengan konsep-konsep yang sama dan berpola, serta tidak berubah-ubah dari satu individu ke individu lain.
            3. Perbedaan signifiant dan signifie’ sebagai pembentuk signe’ linguistique
Bahasa adalah alat komunikasi dalam masyarakat yang menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara konvensional oleh anggota masyarakat bahasa yang bersangkutan. Benny H. Hoed (2011) . Tanda bahasa ( signe’ linguistique ) terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan yakni signifie’ (konsep/makna/penanda) dan unsur signifiant (imaji bunyi/bentuk/penanda). ( Istilah petanda dan penanda diambil dari kridalaksana,1989 ) Kedua unsur itu tak terpisahkan seperti dua sisi selembar kertas. Hubungan antara penanda dan penanda, yakni antara bentuk dan makna, didasari konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur itu terdapat dalam kognisi para pemakai bahasa.
Ada beberapa ciri dari signe’ linguistique yaitu (Chaer,2009) :
1)      Tanda linguistik bersifat arbitrer
Hubungan antara satu petanda/konsep dengan satu penanda/imaji bunyi bersifat kebetulan. Namun, tanda linguistik itu tidak dapat berubah (immutable), tetapi sistem bahasa dapat berubah.
2)      Signifiant dari suatu signe’ linguistique itu merupakan suatu bentangan (span) yang dapat diukur dalam satu dimensi.
Hal ini berarti bahwa bahasa dapat dianggap sebagai sebagai satu deretan atau urutan.
3)      Signe’ linguistique mempunyai pergandaan yang tidak dapat dihitung dengan kata lain tanda linguistik jumlahnya tidak terbatas.
4. Hubungan sintagmatik dan hubungan asosiatif atau paradigma
Hubungan Sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, sifatnya linear. Hubungan sintagmatik termasuk dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
1)      Pada Tataran Fonologi
                        Urutan fonem-fonem pada suatu kata tidak dapat diubah tanpa menimbulkan pemaknaan makna. Misalnya pada kata (kita) terdapat hubungan fonem-fonem dengan urutan k-i-t-a, apabila urutannya diubah maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.
    • k > i > t > a                s > a > p > u
    • k > i > a > t                u > s > a > p
    • k > a > t > i                 s > u > p > a
    • k > a > i > t                 a > s > u > p
    • i > k > a > t
2)      Pada Tataran Morfologi
            (bentuk-bentuk bahasa)
                        Urutan morfem-morfem pada satu kata juga tidak dapat diubah tanpa menyebabkan perbedaan makna, mungkin tidak bermakna sama sekali.                  Morfem adalah kesatuan bentuk bahasa terkecil yang mengandung arti dan makna.
Misalnya : -setiga tidak sama dengan tigasegi
                  -tertua tidak dapat diubah menjadi tauter
3)      Pada Tataran Sintaksis
                        Urutan kata-kata dalam satu kalimat kadang-kadang dapat diubah tanpa mengubah arti,
            Misalnya:
            - Hari ini barangkali dia sakit             
            - Dia sakit barangkali hari ini             
            - Barangkali dia sakit hari ini
                        tetapi kalimat berikut:
            - Nita melihat ika ≠ ika melihat nita
            - Ini bir baru ≠ ini baru bir
Hubungan Paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik dapat diperoleh dengan cara subtitusi.
Sama halnya dengan hubungan sintagmatik, hubungan paradigmatik terdapat juga dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
1) Tataran fonologi
  •  r          ata
  •  k         ata
  •  b         ata
  • m         ata
2) Tataran morfologi                       
  •  me      rawat                          
  •  di        rawat                          
  •  pe       rawat                          
  •  te        rawat                          
3)Tataran sintaksis
  • Ali           membaca    Koran
  • Dia          memakai     baju
  • Mereka    makan          kue
II.Teori Leonard Bloomfield
Leonard bloomfield (1877-1949) adalah seorang tokoh linguistik Amerika. Dia sangat terkenal dengan bukunya laguage (1933) dan selalu dikaitkan dengan aliran strukturalisme Amerika.
            Aliran ini berkembang pesat di
Amerika pada tahun 1950-an dan hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan linguistik Amerika, terutama di sekolah linguistik YALE yang didirikan menurut ajarannya. 
Suatu hal yang menarik dari ciri aliran strukturalisme Amerika ini adalah cara kerja yang sangat menekan pentingnya data objektif untuk menerima suatu bahasa.        Pendekatan bersifat empirik. Data di kumpulkan dengan cermat, setapak demi setapak. Bentuk-bentuk fonologi, morfologi, dan sintaksis diklafikasi berdasarkan distribusi
Unsur­ -unsur linguistik diterangkannya berdasarkan distribusi unsur-unsur tersebut di dalam lingkungan (environment) di mana unsur-unsur itu berada. Distribusi dapat diamati secara langsung sedangkan makna tidak dapat.
Teori linguistik Bloomfield ini akan bisa diterangkan dengan lebih jelas kalau kita mengikuti anekdot “Jack and Jill” (Bloomfield, 1933:26). Dalam anekdot itu diceritakan Jack dan Jill sedang berjalan-jalan. Jill melihat buah apel yang sudah masak di sebatang pohon. Jill berkata kepada Jack hahwa dia lapar dan ingin sekali makan buah apel itu. Jack memanjat pohon apel itu; memetik buah apel itu; dan memberikannya kepada Jill. Secara skematis peristiwa itu dapat digambarkan sebagai berikut.
Penjelasan
S                                   r. ………………………s                                        R
(1)                         (2)   (3)                         (4)      (5)           (6)            (7)
(1) Jill melihat apel (S= stimulus)
(2) Otak Jill bekerja mulai dari melihat apel hingga berkata kepada Jack.
(3) Perilaku atau kegiatan Jill sewaktu berkata kepada Jack (r = respons)
(4) Bunyi-bunyi atau suara yang dikeluarkan Jill waktu berbicara kepada Jack (…)
(5) Perilaku atau kegiatan Jack sewaktu mendengarkan bunyi-bunyi atau suara yang dikeluarkan Jill (s=stimulus)
(6) Otak Jack bekerja mulai dari mendengar bunyi suara Jill sampai bertindak.
(7) Jack bertindak memanjat pohon, memetik apel, dan memberikan kepada Jill (R = respons).
Nomor (3), (4), dan (5) yaitu (r s) adalah lambang atau perilaku berbahasa (speech act) yang dapat diobservasi secara fisiologis; sedangkan yang dapat diamati atau diperiksa secara fisik hanyalah nomor (4).
Berdasarkan keterangan di atas maka yang menjadi data linguistik bagi teori Bloomfield adalah perilaku berbahasa atau lambang bahasa (r…………………….. s) dan hubungannya dengan makna (S  R). Apa yang terjadi di dalam otak Jill mulai dari (1) hingga (2) sampai dia mengeluarkan bunyi tidaklah penting karena keduanya tidak dapat diamati. Begitu juga dengan proses yang terjadi di dalam otak Jack setelah dia mendengar bunyi-bunyi itu yang membuatnya bertindak (5 dan 6) adalah juga tidak penting bagi teori Bloomfield ini.
Menurut Bloomfield bahasa merupakan sekumpulan ujaran yang muncul dalam suatu masyarakat tutur (speech community). Ujaran inilah yang harus dikaji untuk mengetahui bagian-bagiannya. Lalu, bagi Bloomfield bahasa adalah sekumpulan data yang mungkin muncul dalam suatu masyarakat. Data ini merupakan ujaran-ujaran yang terdiri dari  potongan- ­potongan perilaku (tabiat) yang disusun secara linear.
Teori linguistik Bloomfield didasarkan pada andaian-andaian dan definisi-definisi karena kita tidak mungkin mendengar semua ujaran di dalam suatu masyarakat tutur. Jadi, tidak mungkin kita dapat menunjukkan bahwa pola-pola yang kita temui dalam beberapa bahasa berlaku juga pada bahasa-bahasa lain. Ini harus diterima sebagai satu andaian. Kita tidak mungkin menunjukkan bahwa lambang-lambang ujaran dihubungkan dengan makna karena tidak mungkin mengenal satu per satu makna itu dalam data.
Menurut Bloomfield bahasa itu terdiri dari sejumlah isyarat atau tanda berupa unsur-unsur vokal (bunyi) yang dinamai bentuk-bentuk linguistik. Setiap bentuk adalah sebuah kesatuan isyarat yang dibentuk oleh fonem-fonem (Bloomfield, 1933;158). Umpamanya:
Pukul adalah bentuk ujaran.
Pemukul adalah bentuk ujaran
Pe- adalah bentuk bukan ujaran
Pukul terdiri dari empat fonem, yaitu : /p/, /u/, /k/, dan /l/. Di sini fonem /u/ digunakan dua kali.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa setiap ujaran adalah bentuk, tetapi tidak semua bentuk adalah ujaran. Menurut Bloomfield ada dua macam bentuk, yaitu:
(1) Bentuk bebas (Free Form), yakni bentuk yang dapat diujarkan sen­dirian seperti bentuk Amat, jalan, dan kaki dalam kalimat “Amat jalan kaki”,
(2) Bentuk terikat (Bound Farm) yakni bentuk linguistik yang tidak dapat diujarkan sendirian seperti bentuk pe- pada kata pemukul; dan bentuk -an seperti pada kata pukulan.
Dalam teori linguistik Bloomfield ada beberapa istilah/term yang perlu dikenal, yaitu:
Fonem adalah :  Satuan bunyi terkecil dan distingtif dalam leksikon suatu bahasa, Seperti bunyi [u] pada kata bahasa Indonesia /bakul/ karena bunyi itu merupakan bunyi distingtif dengan kata /bakal/. Di sini kita lihat kedua kata itu, /bakul/ dan /bakal/, memiliki makna yang berbeda karena berbedanya bunyi [u] dari bunyi [a].
Morfem adalah : Satuan atau unit terkecil yang mempunyai makna dari bentuk leksikon. Umpamanya dalam kalimat Amat menerima hadiah terdapat morfem : Amat, me-, terima, dan hadiah.
Frase adalah : Unit yang tidak minimum yang terdiri dari dua bentuk bebas atau lebih. Umpamanya dalam kalimat Adik saya sudah mandi terdapat dua buah frase, yaitu frase adik saya dan frase sudah mandi.
Kata adalah : Bentuk bebas yang minimum yang terdiri dari satu bentuk bebas dan ditambah bentuk-bentuk yang tidak bebas. Misalnya, pukul, pemukul, dan pukulan adalah kata, sedangkan pe-, dan -an bukan kata; tetapi semuanya pe-, -an, dan pukul adalah morfem.
Kalimat adalah ujaran yang tidak merupakan bagian dari ujaran lain dan merupakan satu ujaran yang maksimum. Misalnya Amat duduk di kursi, Amat melihat gambar, dan Ibu dosen itu cantik.
Bloomfield dalam analisisnya berusaha memenggal-menggal bagian - ­bagian bahasa itu, serta menjelaskan hakikat hubungan di antara bagian­-bagian itu. Jadi, kita lihat bagian-bagian itu mulai dari fonem, morfem, kata, frase, dan kalimat. Kemudian beliau juga menerangkan lebih jauh tentang tata bahasa serta memperkenalkan banyak definisi, istilah, atau konsep yang terlalu teknis untuk dibicarakan di sini seperti konsep taksem, semem, tagmem, episemem, dan lain-lain. Oleh karena itu, teori Bloomfield ini disebut juga linguistik taksonomik karena memotong-motong bahasa secara hierarkial untuk mengkaji bagian-bagiannya atau strukturnya.
III.Teori John Rupert Firth
JR Firth (1890 – 1960) adalah seorang linguis Inggris, yang pada tahun 1994 mendirikan sekolah linguistik deskriptif di London. Menurut Firth kajian Linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori Firth ada konteks fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari konteks – konteks tersebut. Tiap konteks mempunyai peranan sebagai lingkungan untuk unsur – unsur atau unit – unit tiap tingkat bahasa.
            Menurut Firth, struktur bahasa terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantic. Yang menjadi unsur dalam tingkatan fonetik adalah fonem, yang menjadi unsur dalam tingkatan morfologi adalah morfem, yang menjadi unsur dalam tingkatan sintaksis adalah kategori – kategori sintaksis; dan yang menjadi unsur dalam tingkatan semantik adalah kategori – kategori semantik. Namun Firth lebih memusatkan perhatian pada tingkatan fonetik dan semantik saja.
            Arti atau makna kata menurut teori Firth adalah hubungan antara suatu unsur pada satu tingkatan dengan konteks unsur tersebut pada tingkatan yang sama. Dengan kata lain arti tiap kalimat terdiri dari lima dimensi, yaitu :
1.      Hubungan tiap fonem dengan kontek fonetiknya (hubungan fonem satu sama lain dalam kata).
2.      Hubungan kata – kata satu sama lain dalam kalimat.
3.      Hubungan morfem pada satu kata dengan morfem yang sama pada kata lain, dan hubungannya dengan kata itu.
4.      Jenis kalimat dan bagaimana kalimat itu digolongkan.
5.      Hubungan kalimat dengan konteks situasi.

Ada dua jenis perkembangan dalam linguistik yang selalu dikaitkan dengan Firth, yaitu (a) teori konteks situasi untuk menentukan arti dan (b) analisis prosodi dalam fonologi. Teori konteks situasi ini menjadi dasar teori linguistik Firth; beliau menolak setiap usaha untuk memisahkan bahasa dari konteksnya dalam kehidupan manusia dan budaya. Firth menekankan bahwa makna merupakan jantung dari pengkajian bahasa. Dalam hal ini Firth memperkenalkan dua kolokasi untuk menerangkan arti, yaitu arti grammatikal dan arti fonologis.

Arti grammatikal adalah peranan dari unsur – unsur tata bahasa di dalam konteks grammatikal dari yang mendahului dan mengikuti unsure – unsur tersebut. Jadi arti menurut kolokasi ini adalah abstraksi sintagmatik.
Arti fonologi adalah peranan atau hubungan dari unsur – unsur fonologi di dalam konteks fonologi dari struktur suku – suku kata dan unsur – unsur lain yang bersamaan secara paradigmatik yang dapat berperan dalam konteks yang serupa.
Sebagai linguis, firth dikenal juga sebagai tokoh analisis prosodi atau fonologi prosodi. Analisis prosodi ini dapat digunakan untuk menganalisis bahasa dan membuat pernyataan – pernyataan yang sistematik yang didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap tata bahasa. Analisis prosodi ini menganggap ada dua jenis fonologi yaitu :
1.      Unit – unit fonematik yang terdiri dari konsonan – konsonan segmental dan unsur – unsur vokal yang merupakan maujud yang dapat saling menggantikan dalam bermacam – macam posisi pada suku kata yang berlainan.
2.      Prosodi – prosodi yang terdiri dari fitur – fitur atau milik – milik struktur yang lebih panjang dari suatu segmen, baik berupa perpanjangan fonetik, maupun sebagai pembatasan struktur secara fonologi, seperti kata atau suku kata. Prosodi ini merupakan maujud yang menjadi cirri khas suku – suku kata secara keseluruhan dan tidak dapat saling menggantikan.
Secara singkat bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prosodi menurut teori Firth adalah struktur kata beserta cirri – cirri khas lagu kata itu sebagai sifat – sifat abstraksi tersendiri dalam keseluruhan fonologi bahasa itu. Jadi yang termasuk ke dalam fitur – fitur prosodi satu kata adalah :
1.      Jumlah suku kata
2.      Hakikat suku katanya : terbuka atau tertutup
3.      Kualitas suku – suku kata
4.      Urutan suku – suku kata
5.      Urutan bunyi – bunyi vocal
6.      Tempat, hakikat, dan kuantitas bunyi – bunyi penting
7.      Kualitas “gelap” atau ”terang”dari suku – suku kata
8.      Ciri - ciri hakiki lagu suku kata dan juga potongan kalimat tempat kata itu terdapat
9.      Semua sifat yang menyangkut struktur suku kata, urutan suku kata, dan keharmonisan suku kata dalam kata, potongan kalimat dan keseluruhan kalimat

IV. Teori Noam Chomsky
Nama lengkapnya adalah Avram Noam Chomsky (lahir di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, 7 Desember 1928 ),Ia adalah seorang profesor linguistik dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Salah satu reputasi Chomsky di bidang linguistik terpahat lewat teorinya tentang tata bahasa generatif. Ia menjadi sangat terkenal dengan bukunya yang berjudul Syntactic Structures (1957). Dengan munculnya buku ini, timbullah fase linguistic baru,yaitu revolusi ilmiah dalam bidang linguistic.
Noam Chomsky adalah ahli linguistic yang cukup produktif dalam membuat buku. Chomsky telah menulis lebih dari 30 buku politik, dengan beragam tema. Kepakarannya di bidang linguistik ini mengantarkannya merambah ke studi politik. Dan sejak 1965 hingga kini, dia menjelma menjadi salah satu tokoh intelektual yang paling kritis terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Buku-buku bertema politiknya kerap dianggap terlalu radikal untuk diresensi atau ditampilkan media AS.
Selama lima dasawarsa ini, Chomsky telah menjalin kontrak secara langsung dengan lebih dari 60 penerbit di seluruh dunia dan sudah menulis lebih dari 30 buku bertema politik. Dan baris-baris kalimat dalam tulisannya muncul di lebih dari 100 buku, mulai dari karya ilmiah tentang linguistik, politik, hingga kumpulan kuliah, wawancara dan esai.
  Pemikiran Linguistik Noam Chomsky
1.         Teori Generatif Transformasi dan Pemerolehan Bahasa  
Teorinya terkenal dengan nama, tata bahasa transformasional generatif (Transformational Generatif Grammar) atau tata bahasa generative. Transformasi adalah memberikan beberapa tanda yang memungkinkan penutur dan pendengar memahami suatu kalimat.  Sedangkan Generatif mengandung 2 (dua) makna, yaitu :
1.      Produktivitas dan kreativitas. Bahasa adalah sesuatu yang dihasilkan penutur tanpa terikat oleh berbagai unsur bahasa itu sendiri.
2.      Keformalan dan dan eksplisit. Dari sudut pandang ini dapat dikatakan bahasa dikombinasikan atas unsur dasar berupa (Fonem, morfem, dan lain sebagainya)
Adapun Gramatika mempunyai pengertian keseluruhan kaidah yang ada pada jiwa pemakai bahasa yang mengatur serta berfungsi untuk melayani pemakai bahasa.
 Chomsky mendasarkan teorinya ini atas dasar asumsi bahwa bahasa menjadi bagian dari komponen manusia dan produk khas akal manusia. Karena unsur  yang membedakan manusia dengan hewan adalah kecerdasan dan kemampuannya berfikir. Bagi Chomsky (1968) tata bahasa merupakan system kaidah yang menghubungkan bunyi dan arti. Dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat , yakni :
1.      Kalimat yang muncul harus berfungsi dalam ujaran, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat
2.      Tata bahasa tersebut harus bersifat umum dan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu.
Baginya kemampuan berbahasa pada manusia bukanlah produk (setting) alam, melainkan merupakan potensi bawaan manusia sejak lahir. Teori ini, ia kemukakan sebagai hasil dari penelitian yang ia lakukan pada perkembangan berbahasa seorang anak dalam hal pemerolehan bahasa berdasarkan teori hipoteseis atau teori kodrati. Melalui pendekatan nativis Chomsky mengemukakan bahwa adanya ciri-ciri bawaan bahasa untuk menjelaskan pemerolehan bahasa asli pada anak dalam tempo begitu singkat sekalipun ada sifat amat abstrak dalam kaidah-kaidah bahasa tersebut.
Seorang anak dapat menguasai bahasa ibunya dengan mudah dan cepat, bahkan pengetahuan itu juga diikuti oleh sense of language dari bahasa itu, yang lebih mengarah pada keterampilan dalam tata bahasa. Mereka dapat mengenal bahasa itu sehingga mampu merangkai kalimat dengan tepat, meski mereka tak mungkin bisa menjelaskannya.
Hal itu, ia yakini sebagai kemampuan naluriah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Suatu hal yang mustahil bila kemampuan itu dianggap sebagai hasil pembelajaran, dari alam atau kedua orang tuanya. Penguasaan terhadap tata bahasa sebuah bahasa bukanlah hal yang mudah, terlebih untuk tingkat kanak-kanak.
Menurut Chomsky, fokus teori bahasa adalah upaya menandai kemampuan  abstrak yang dimiliki pembicara, memungkinkan pembicara menggunakan kalimat-kalimat yang secara gramatikal benar dalam suatu bahasa.
Kaidah-kaidah yang sangat Chomsky perhatikan ini mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis dan makna-makna. Tetapi, Chomsky lebih fokus pada aspek dari kaidah sintaksis dan morfologi secara khusus. Mengapa ? karena menurutnya aspek alamiahlah yang asli dan pokok berupa kalimat yang menjadi pokok untuk membentuk bahasa dan analisa bahasa, kemudian kepadanya kaidah-kaidah fonetik dan makna-makna itu didasarkan.
Teori Generatif-Transformasi yang diletakkan oleh Chomsky adalah teori modern paling menonjol yang mencerminkan kemampuan akal, membicarakan masalah kebahasaan dan pemerolehannya, serta hubungannya dengan akal dan pengetahuan manusia. Bahwa manusia lahir dengan kapasitas genetik juga mempengaruhi kemampuan kita memahami bahasa di sekitar kita, yang hasilnya adalah sebuah kontruksi system bahasa yang tertanam dalam diri kita. Menurut Chomsky, pengetahuan bawaan ini diumpamakan dengan “kotak hitam kecil” di otak, sebagai sebuah perangkat pemerolehan bahasa atau language acquisition device (LAD). McNeill (1966) memaparkan LAD meliputi empat perlengkapan linguistic bawaan
1.      Kemampuan membedakan bunyi wicara dari bunyi-bunyi lain di lingkungan sekitar
2.      Kemampuan menata data linguistik ke dalam berbagai kelas yang bisa disempurnakan kemudian
3.      Pegetahuan bahwa hanya jenis sistem linguistik yang mungkin sedang yang lainnya tidak
4.      Kemampuan untuk terus mengevaluasi  sistem linguistik yang berkembang untuk membangun kemungkinan sistem paling sederhana berdasarkan masukan linguistik yang ada
Walaupun harus diakui bahwa LAD secara harfiah bukanlah segugus sel otak yang bisa ditunjuk dan ditentukan letaknya dan ditentukan letaknya. Namun demikian, para Chomsky-an berpendapat bahwa gagasan tentang bakat linguistik bawaan sepenuhnya cocok dengan teori generative; anak-anak diyakini memanfaatkan kemampuan bawaan untuk menghasilkan sejumlah ujaran yang kemungkinannya tak terbatas.
Untuk melanjutkan penyelidikan tentang hal ini, maka kaum nativis melakukan sebuah penelitian yang kemudian dikenal sebagai tata bahasa universal (universal grammar). Hal ini berkaitan erat dengan masalah logika bahasa (input bahasa) dan kemampuan berbahasa, dalam pandangan Chomsky dan para pendukungnya, terkandung istilah yang dinamakan “kaidah-kaidah alami universal” (the innate universal grammar)”. Kaidah alami-universal ini merupakan kemampuan akal yang tertata yang dengannnya manusia bisa mengetahui kaidah-kaidah bahasa tanpa mempelajari kaidah-kaidah ini dalam bentuk teori tradisional.
Pada umumnya, semua bahasa memiliki kesamaan kaidah-kaidah dan system yang bersifat universal dan tidak ada kekhususan bagi bahasa tertentu yang terdapat pada anak, meskipun berbeda bahasa dan pendidikannya. Artinya, kaidah ini mengandung system yang permanen yang ada dalam akal manusia. Karena itu, pemerolehan kaidah-kaidah ini merupakan kemampuan kodrati yang dimiliki semua orang yang normal, apapun bahasa ibunya, atau apapun budan dan tingkat pendidikannya.
2.    Struktur Dalam dan Struktur luar
Wilhem Von Humboldt berpendapat bahwa bahasa adalah bunyi (Lutform), dan pikiran (idennform/innereform). Atau dengan kata lain bunyi bahasa merupakan bentuk luar, sedangkan pikiran adalah bahasa yang kita rasakan (bathin) bentuk dalam.
Dalam teorinya ini, Chomsky sangat menaruh perhatian besar pada kaidah yang diistilahkan oleh dengan “system yang dalam akal penutur bahasa yang berbentuk bathin,, yang diperolehnya semasa kecil
Analisa bahasa khususnya sintaksis disamping tataran yang lebih konkrit berupa bentuk-bentuk sintaksis atau struktur atas (surface structure), terdapat juga tataran yang lebih abstrak yaitu struktur bawah (deep structure). Struktur bawah inilah yang menjadi landasan utama dalam pembahasan teori Generatif Transformasi.
Struktur dalam, kadang juga disebut struktur bathin-kalimat didefinisikan sebagai “konsep pengetahuan tersembunyi yang dimiliki oleh penutur bahasa yang dengannya ia bisa mengetahui kaidah bahasanya” atau dengan ungkapan lain adalah untuk mengatur struktur kalimat dan menentukan semua factor untuk memahami kalimat dan maknanya; karena hubungan nurani antara bagian-bagian kalimat dalam tataran ini, jelas, dan dapat ia mengerti”.
Adapun-struktur-luar-bahasa adalah fase akhir dari proses pembentukan kaidah dalam membuat kalimat setelah mengaplikasikan kaidah-kaidah transformasi tertentu atas struktur dalamnya. Ia adalah bentuk lahiriah bunyi yang diucapkan dan didengar atau dibaca.  Atas dasar ini, sintaksis, bukanlah studi kumpulan contoh-contoh kalimat dalam suatu bahasa, tetapi ia hanyalah sebuah system yang ada adalam akal si penutur bahasa, yang diperolehnya sejak anak-anak. Fungsi teori bahasa adalah mengetahui system ini. System tersebut diistilahkan dengan competence (kemampuan) yang dikontraskan dengan performance (perbuatan berbahasanya). Dengan demikian, Chomsky jelas menolak analisis bahasa dibatasi pada tataran fonologi dan morfologi yang hanya berdasarkan struktur lahir (surface structure). Tanpa struktur bathin (deep structure). Bahkan ia menganggap bahwa cara seperti ini adalah titik paling lemah dalam menganalisa bahasa. Karena bahasa aadalah aktivitas akal.
Jadi nahwu (sintaksis) merupakan kaidah yang berdasarkan hubungan antara struktur-dalam-bahasa dan struktur-luar-bahasa yang menentukan makna suatu kalimat. Hubungan tersebut dinamakan transformasi atau dalam hal disebut dengan tata bahasa transformasi adalah proses produksi kalimat melalui perantara kaidah-kaidah transformasi, yakni mengalihkan struktur bahasa dalam kepada struktur bahasa luar. Kemudian struktur bahasa luar tersebut dianalisis.
3.    Kreativitas dalam berbahasa
Masalah penting lainnya yang dibahas dalam teori Generatif-Transformasi adalah daya kreativitas dalam bahasa. Dengan kata lain, teori ini menekankan pentingnya bahasa kreatif-salah satu sifat dasar manusia yang bersifat kolektif. Bahasa kreatif inilah yang membedakannya dari bahasa artifisial (buatan). Sekaligus menjadi titik perbendaan aliran kognitif dan aliran behaviorisme.
Pengalaman berbahasa, memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan bahasa manusia itu sendiri-bagaimana pada akhirnya merupakan bentuk prilaku yang paling cerdas yang dimiliki manusia. Kecerdasan linguistic merupakan kecerdasan yang paling universal dan penting dalam kehidupan manusia.
Seorang amat berbakat bahasa mempunyai  sensitifitas yang tinggi terhadap bunyi dan fonologi bahasa. Mereka biasanya mahir memanipulasi sintaksis (nahwu-struktur atau susunan kalimat bahasa). Demikian pula halnya tentang semantik ( ma’ani-pemahaman mendalam tentang makna).
Kemampuan kreatifitas ini terbentuk dari pengetahuan manusia yang alami terhadap kaidah-kaidah bahasa yang terbatas. Dari sinilah muncul penamaan teori ini dengan nama teori generative. Sebagaimana yang telah dijelaskan.
Chomsky mengisyaratkan bahwa tujuan berbahasa adalah agar penutur bahasa tertentu bisa mengcreate atau menciptakan dengan daya kreasinya kalimat-kalimat baru dan memahaminya dengan benar, meskipun sebelumnya ia tidak pernah mendengarnya.
Jadi komponen kecerdasan linguistic yang paling penting adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk mencapai sasaran praktis (pragmatika). Kreatifitas berbahasa menunjukan bahwa bahasa tidak sekedar pembelajaran daftar kalimat yang dihasilkan penutur sejatidan mengulanginya seperti burung beo. Kebaruan kalimat yang dibuat itu menunjukan perlawanan teori aliran behaviorisme bahwa belajarbahasa adalah pemerolehan seperangkat kebiasaan (linguistic habits)
4.    Kompetensi dan performa
Masalah kreativitas dalam bahasa, berpengaruh besar terhadap pemeroleh bahasa. Demikian, karena kreativitas akan membedakan adanya kompetensi (kifayah lughawiyah-pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa tentang bahasanya) dan performance (al-‘ada al-lughawi-perbuatan berbahasa). Chomsky dalam banyak tulisannya, menjelaskan kajian bahasa seharusnya dijadikan untuk menyingkap kompetensi ini, dan tidak hanya melihat perbuatan berbahasa.
Linguistik bagi Chomsky adalah terutama berkaitan dengan kompetensi yang terdiri atas dua jenis: kompetensi pragmatic dan kompetensi gramatikal.
Kompetensi berbahasa  adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa yang dimiliki oleh penutur bahasa secara bathin. Kompetensi menunjuk pada pengetahuan dasar seseorang tentang system, kejadian dan fakta. Ini adalah kemampuan yang tak teramati dalam melakukan sesuatu atau menampilkan sesuatu. Sebaliknya Performance  merupakan aplikasi  dari pengetahuan tersebut dalam memahami melalui mendengarkan (listening), berbicara (speaking), dan menulis (writing). Ini adalah tindakan nyata, seperti berjalan, menyanyi, menari dan berbicara. Artinya kemampuan berbahasa merupakan esensi akal yang tersembunyi dibalik perbuatan berbahasa; sedangkan perbuatan berbahasa itu  sejatinya adalah cerminannya. Tetapi adakalanya, perbuatan bahasa menyimpang dari pengetahuan ini, karena sebab-sebab yang muncul, seperti kelelahan, sakit, salah ucap atau salah tulis.
Tentang bagaimana kompetensi ini diperoleh, sebenarnya berkaitan dengan pemerolehan bahasa itu sendiri. Dalam hal ini, menurut pandangan Chomsky, anak yang tumbuh dan besar dilingkungan bahasa tertentu, ia mendapatkan pengetahuannya dengan fitrah alami, tanpa perlu belajar tentang kaidah bahasa dalam bentuk teori langsung.
Dalam hal ini Chomsky berpendapat :
“… Teori linguistic utamanya berkenaan dengan pasangan ideal pembicara-pendengar dalam suatu masyarakat bahasa yang homogeny, yang mengetahui bahasanya secara sempurna dan tidak terpengaruh oleh kondisi secara gramatiakl tidak sesuai, seperti keterbatasan ingatan, penyimpangan, pergantian perhatian dan minat, dan kesalahan-kesalahan (acak atau khas) dalam mengaplikasikan pengetahuan bahasanya dalam performansi nyata”.
Menurut Chomsky, focus teori bahasa adalah upaya menandai kemampuan abstrak yang dimiliki pembicara, memungkinkan pembicara menggunakan kalimat-kalimat yang secara gramatikal benar.
  Hipotesis Natural dan Kaidah Universal
Pengetahuan alami, dalam pandangan Chomsky, menjadi masalah mendasar yang kemudian ia namakan dengan istilah ‘hipotesis” atau teori alami. Bagaimana memperoleh bahasa berdasarkan pendekatan fitrah-alami manusia.
Bahwa kesemestaan bahasa harus bertolak dari satu bahasa bukanlah suatu keniscayaan menurut asal usul perkembangan bahasa itu sendiri. Macam-macam semesta bahasa, yaitu:
pertama : semesta subtantif adalah semestaan yang berbentuk kategori-kategori yang terdapat dalam tiap tataran pada semua bahasa didunia. Dalam hal fonologi misalnya, semua bahasa memiliki vocal. Semesta subtantif membatasi kelas-kelas bahasa dalam dua cara yaitu : suatu semesta merupakan keharusan yang ada pada tiap bahasa. Dan bahasa yang terdapat dalam suatu wilayah mungkin menunjukan kaidah, kalau dilihat secara bersama-sama pada semua bahasa diwilayah itu.
 Kedua, semesta formal merupakan semesta yang berwujud kaidah-kaidah bentuk lahir.
Kemampuan memperoleh kemampuan bahasa itu telah tertanam dalam dirinya sejak ia lahir. Karena itu siapapun yang lahir dilingkungan manusia tertentu, ia akan memperoleh bahasa lingkungannya itu, tanpa melihat tingkat pendidikan dan sosialnya- selama ia tdak mengalami hambatan kuat, baik mental, maupun fisik yang menghalanginya dalam mendengar, memahami dan menggunakannya. Maksudnya bahasa menurut teori ini bukanlah prilaku yang diperoleh dengan cara belajar, berlatih fisik dan praktek, seperti yang dipercaya kaum behaviori. Bahasa adalah fitrah akal yang merupakan pembawaan akal. Kaidah universal melahirkan tata bahasa (grammar) yang diaplikasi dala teori kodrati sebagaimana telah dijelaskan.
Dari kaidah tersebut, Chomsky menyimpulkan bahwa semua kaidah bahasa terbagi pada dua bagian yaitu prinsip dan parameter. Sedangkan Chomsky membaginya kedalam Core Grammar (Prinsip) dan peripheral grammar (parameter). Core Grammar (kaidah dasar) atau diistilahkan dengan nama unmarked rules (kaidah tidak bertanda) adalah karakteristik tetap semua bahasa yang dipelajari mempunyai kesamaan dengan mayoritas bahasa didunia. Dalam hal ini Marastos (1988) menyebutkan beberapa kategori linguistic universal, yang menjadi prinsip, yakni ;
ü  Susunan kata
ü  Nada penanda morfologis
ü  Persesuain gramatikal ( misalnya menyangkut subjek dan kata kerja)
ü  Referensi tereduksi
ü  Predikatif
ü  Negatif
ü  Pembentukan pertanyaan
Sedangkan peripheral grammar (kaidah tersendiri, bukan pokok) atau diistilahkan dengan nama marked rules ( kaidah yang bertanda) adalah kaidah khusus yang bahasa tersebut yang tidak ada pada mayoritas bahasa.
Sebuah kerangka generative ternyata ideal untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa. Maka lahirlah apa yang disebut tata bahasa awal pada bahasa anak-anak disebut tata bahasa poros (pivot grammars). Perhatikan ujaran berikut : “my cap”, “that horsie”, bye-bye Jeff”, Mommy sock”. Dengan deskripsi :
Kalimat               kata poros    +    kata terbuka
Kata-kata pertama kita sebut poros (my, that, bye-bye), dan kelompok kedua disebut kata terbuka (cap, horsie, mommy, sock)
Berikut secara sederhana kami sampaikan beberapa analisa transformasi menurut Chomsky;
1.      Transformasi Aktif dan Pasif
Contoh ;
Analisa struktur            : GN1 – (me N) + Vt – GN2
                                           1           2          3         4    
Perubahan Struktur   : 1-2-3-4---à 4+di-+3+oleh+1
Jika Vocabularinya berupa kalimat :
Adik      membantu       kakak
   1         2       3               4
Maka hasil transformasi pasif menjadi :
  Kakak                         dibantu                        oleh     adik  
      4                                    di-3                          oleh       1
2.      Transformasi Umum
       Contoh : Pembantu      mengejar          ayam itu
                            1                  2                     3        
                    Pembantu        menangkap      ayam itu
                            4                  5                      6
Digabungkan menjadi -----à 1-2 dan 5-3
Hasilnya : Pembantu mengejar dan menangkap ayam itu
                        1              2                         5              3.     
Diagram Pohon
Kaidah :
K
FB                                                                     FK
KB                                                        KK                  FB
                                                                                      KB
Ibu               mencuci          pakaian
Atau dengan menggunakan tanda kurung:
 
  Ibu                   mencuci         pakaian
















BAB III. PENUTUP

Tongkat Pembabakan pendapat dimulai dari dua bukunya yaitu Syntactic Structures (1957) dan Aspect of theory of syntac (1965). Berdasarkan kedua buku tersebut Teori Generatif Tranformasi ini secara tegas memang menyatakan keluar dari aliran struktural Bloomfield dan menolak teori Behaviorisme. Namun tetap, bahwa kajiannya tak terlepas dari unsur kalimat yang merupakan focus kajian sintaksis.
Teori ini mengundang berbagai kritik dari ahli bahasa, sehingga menampakan beberapa kelemahan dari teori Chomsky salah satunya adalah isu sentral tentang kapasitas manusia dalam pemerolehan bahasa. Hal ini membutuhkan penjelasan secara ilmiah dan menyakinkan akan pewarisan genetic terhadap kemampuan linguistiknya. Bagaimanapun bahasa adalah bagian integral yang tidak terpisahkan dari manusia, wujud dari kemampuan akalnya yang mampu mengeksplorasikan semesta dengan bahasanya sendiri, tanpa takut akan kesalahan berbahasa secara gramatikal dan terbebas dari aturan yang ada.
Teori Chomski erat kaitannya dengan kajian psikologi bahkan dalam beberapa pendapatnya agak sulit untuk membedakan. Karena keduanya disajikan dalam satu bingkai. Lebih jauh, masalah psikologi adalah membahas sesuatu yang sangat abstrak dan unik. Maka, wajar saja bila teori ini sangat menarik dan mengundang banyak kontroversi (kritik). Terlebih bahasa itu adalah bahasa manusia yang terus mengalami perkembangan sesuai dengan konteks manusia itu sendiri.










           
                       

                       
Benny H. Hoed (2011) dalam bukunya Semiotik & Dinamika Sosial Budaya membahas empat konsep penting dari Saussure yang perlu dipahami.
1. Teori Sosial tentang Bahasa dan Tanda Bahasa: Signifiant-Signifie
Bahasa adalah alat komunikasi dalam masyarakat yang menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara konvensional oleh anggota masyarakat bahasa yang bersangkutan. Tanda bahasa terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan yakni unsur citra akustik (bentuk) (significant/penanda) dan unsur konsep (signifie/petanda). Kedua unsur itu tak terpisahkan seperti dua sisi selembar kertas. Hubungan antara pendanda dan pertanda, yakni antara bentuk dan makna, didasari konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur itu terdapat dalam kognisi para pemakai bahasa.
2. Hubungan Antartanda
Menurut Saussure, bahasa menggunakan tanda yang dimaknai secara konvensional. Tanda-tanda bahasa itu tersusun dalam rangkaian yang disebutnya rangkaian "sintagmatik". Dalam hal ini, tanda bahasa berada dalam relasi sintagmatik, yakni rangkaian tanda yang berada dalam ruang dan waktu yang sama atau relasi in praesentia. Contoh yang dapat kita berikan dari bahasa Indonesia adalah:
Ali --> makan --> nasi.
Urutan ketiga kata itu tidak bersifat sebarang, tetapi dipedomani oleh kaidah (langue) bahasa Indonesia. Jadi, arah panah pada contoh di atas tidak hanya memperlihatkan urutan (karena bahasa bersifat linear), tetapi juga hubunga fungsi sintaktis:
Subjek --> Predikat --> Objek.
Kata-kata (baca: unsur bahasa) yang berada dalam relasi sintaggmatik tersusun dalam sebuah struktur. Kita dapat melihat pada kalimat di atas adanya struktur, yakni unsur-unsur (Ali, makan, nasi) yang masing-masing menempati "tempat kosong" yang kita sebut "gatra". Sesuai dengan kaidah (langue) Bahasa Indonesia, gatra dapat diisi oleh unsur bahasa tertentu. Jadi, gatra adalah "tempat kosong" yang terdapat sebelum, di antara dan sesudah panah, dalam contoh di atas, yang dapat kita sebut gatra:
(1) --> (2) --> (3).
Dalam sintaksis (1), (2), dan (3) masing-masing disebut fungsi sintaksis dan dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi kata tertentu sesuai kaidah bahasa Indonesia. Dalam contoh yang pertama Ali --> makan --> nasi, gatra (1) dapat diisi oleh kata seperti Amat, Ida, ia, mereka atau kucing saya. Namun, kata-kata itu tidak dapat berada di ruang (dan waktu) yang sama. Hubungan antara kata-kata itu bersifat asosiatif.
Kata-kata yang dapat masuk ke dalam suatu gatra itu tergolong dalam kategori yang sejenis, biasanya dianggap masuk dalam paradigma yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada makan yang memunyai relasi asosiatif dengan kata seperti menanak, menyendok dan membungkus nasi. Begitu seterusnya, setiap gatra hanya dapat diisi unsur bahasa yang memenuhi syarat tertentu.
Oleh karena itu relasi asosiatif kemudian  disebut juga sebagai relasi paradigmatik. Pada tataran langue, setiap penutur bahasa menguasai semacam jejaring unsur-unsur bahasa yang terolong-golong dalam paradigma. Jadik, sekaligus semua unsur itu dapat saling membedakan diri. Jejaring ini disebut sistem.
3. Teori tentang "Langue" dan "Parole"
Dalam memahami bahasa sebagai alat komunikasi dan sebagai gejala sosial, de Saussure melihat ada dua tataran yang berkaitan satu sama lain. Bahasa sebagai gejala sosial disebut "langgage" yang terdiri atas dua tataran. Tataran pertama--pada tataran sosial atau lintas individu--adalah yang disebut "langue", yakni tataran konsep dan kaidah. Tataran dibawahnya adalah yang disebutnya "parole", yakni tataran praktik berbahasa dalam masyarakat.
Menurut de Saussure langue (kaidah) menguasai parole (praktik berbahasa). Tanpa menguasai langue seorang tidak dapat ikut serta mempraktikan langage dalam sebuah masyarakat bahasa. Jadi, kita tidak akan dapat mempraktikan parole bahasa Urdu kalau kita tidak menguasai dulu langue dari langage Urdu. Konsep ini dapat diterapkan pada gejala nonverbal.
De Saussure memberi contoh yang sangat terkenal yaitu "permainan catur". Para pemain sebagai "komunitas pecatru" menguasai kaidah permainan tersebut, yakni langue,  antara lain aturan tentang cara menjalankan setiap jenis bidak catur, misalnya "kuda" mengikuti gerakan "huruf L", "raja" hanya bisa bergerak satu kotak demi satu kota, "ratu" dapat bergerak melewati semua kotak kecuali berjalan secara diagonal, dan seterusnya. Kaidah itu mengarahkan bagaimana pecatur harus menjalankan bidaknya, yaitu parole.
4. Bahasa yang Utama adalah yang Lisan
 Saussure meyakini bahwa bahasa tulis merupakan "turunan" dari bahasa lisan. Jadi bahasa yang utama adalah bahasa lisan. Bahasa yang sebenarnya adalah bahasa lisan. Ini merupakan kritik terhadap para peneliti bahasa yang terlampau terfokus pada bahasa tulis yang oleh de Saussure dipandang sebagai "tidak alamiah". Setelah berbicara tentang "langue" dan "parole" sebagai baian dari "langage", de sussure membicarakan pentingnya bahasa lisan. "Langage" yang utama adalah bahasa lisan, yang merupakan objek kajian utama linguistik. Menurut Saussure, tulisan sering dianggap bahasa yang ;menurunkan bahasa lisan karena penelitian bahasa-bahasa kuno (seperti Yunani, Latin dan Sansekerta) memberikan citra bahwa bahasa tertulis lebih berprestise. Padahal tulisan adalah turunan dari bahasa lisan yang menurut de Saussure diatur oleh "langue", sedangkan tulisan merupakan sistem yang berbeda. Bahasa lisan juga dianggap yang utama karena menurut de Sussure makna lebih dekat pada yang lisan daripada yang tertulis. Objek kajian utama linguistik adalah bahasa lisan.






Dalamliteratur linguistik dinyatakan bahwa sejak Plato hingga akhir abad ke-19 kajiankebahasaan bersifat diakronik. Saat itu hubungan genetik pada tiap-tiap bahasa dicariketersambungannya.Kehadiran Ferdinand de Saussure, dengan karya monumentalnya Course in General Linguistic, membawa perubahan pada kecenderungan itu. Sejak itu, terjadiperalihan arah pada kajian linguistik, dari kajian diakronik menuju sinkronik, denganpenelitian struktural-gramatikal menjadi titik tekannya. Pemikiran inilah yang menjadititik tolak munculnya aliran strukturalisme dalam bahasa.Pada 1930-an, diadakan penelitian untuk mencari landasan teoretis yang 
III.             dilakukan Leonard Bloomfield. Dia menemukan teori behaviouris yang diabadikandalam karyanya berjudul Language. Dalam penemuannya itu, ia menandaskan,kemampuan berbahasa manusia adalah bentukan dari alam (lingkungan), manusia itudibesarkan. Bagaikan kertas kosong, alam mengisi dan membentuk kemampuanmanusia itu. Dalam pembahasan asal-usul bahasa, konsep Bloomfield ini dikenaldengan teori tabularasa (Komaruddin Hidayat, 2004).
IV.              
V.                Namun, nasib teori ini tidak berumur panjang. Popularitasnya tersaingi olehkonsep linguistik generatif dari Noam Chomsky.Dalam bukunya Logical Structure of Linguistic Theory, Chomsky menyanggahteori behaviouris. Baginya, kemampuan berbahasa pada diri manusia bukanlah produk
VI.              
VII.          (setting) alam, melainkan lebih merupakan potensi bawaan manusia sejak lahir.Teori itu, ia kemukakan sebagai hasil dari penelitian yang ia lakukan padaperkembangan berbahasa seorang anak. Seorang anak dapat menguasai bahasaibunya dengan mudah dan cepat, bahkan pengetahuan itu juga diikuti oleh sense of language dari bahasa itu, yang lebih mengarah pada keterampilan dalam tata bahasa.Mereka dapat mengenal cita rasa bahasa itu sehingga mampu merangkai kalimatdengan tepat, meski mereka tak mungkin bisa menjelaskannya.Hal itu, ia yakini sebagai kemampuan naluriah yang diberikan oleh Tuhankepada manusia. Suatu hal yang mustahil bila kemampuan itu dianggap sebagai hasilpembelajaran, dari alam atau kedua orang tuanya. Penguasaan terhadap tata bahasasebuah bahasa bukanlah hal yang mudah, terlebih untuk tingkat kanak-kanak.
VIII.       benarnya, dia tidak serta-merta menolak teori behaviouris secara total, iamengakui peran serta alam dalam membentuk potensi bawaan ini. Bila bayi orangJepang dibawa dan dibesarkan di Indonesia, ia akan menguasai bahasa serta tata
IX.              
X.                bahasa Indonesia, dan begitu juga dengan bayi-bayi lainnya. Oleh karena itulah,Chomsky meyakini bahasa potensial, yang ada pada setiap manusia, itu sebagaibahasa universal.Teori linguistik Chomsky itu terlihat lebih humanis daripada teori behaviouris. Aliran behaviourisme menganggap manusia sebagai patung yang diukir oleh sang
XI.              
XII.          arsitek bernama lingkungan, atau bagaikan robot yang sudah diatur sedemikian rupaoleh ilmuwan penciptanya.Baginya, sah-sah saja untuk menerapkan metode ilmiah dalam linguistik, tetapibukan dengan menjadikan manusia sebagai objek studi, seperti benda mati. Cara yangseharusnya ditempuh adalah dengan mengadopsi metode-metode ilmiah, seperti logikadan analisis, dalam kajian linguistik. Itulah hakikat sains.Tetapi patut disayangkan, bahwa pemikiran gemilang Chomsky itu jarangdiketahui banyak pihak. Padahal nama besar Chomsky berada di urutan kedelapan darisekian pemikir hebat dunia, tepatnya satu tingkat di bawah Plato dan Sigmund Freud.Buku Chomsky untuk Pemula, sangat penting dan tepat untuk kita yang masihbuta tentang filsuf ini. Hal yang sangat menarik dari buku itu, adalah disertainya karyaini dengan ilustrasi kartun yang mampu menerjemahkan pemikiran-pemikiran filosofisChomsky ini dan memandu pemahaman para pembaca.Lebih dari itu, buku itu juga memaparkan pemikiran-pemikiran Chomsky tentangpolitik dan media. Terkait dengan media, dan tidak bisa dilepaskan dari politik juga, kitaakan mendapati sosok yang lain dari seorang Chomsky.